Breaking News

Jurnalis, Profesi Kecelakaan Membawa Keberuntungan


 
Rute Perjalanan Hidup [Bagian-Satu]
Jurnalis, Profesi Kecelakaan Membawa Berkah

Sepanjang perjalanan hidup saya menemui dan mengalami berbagi cerita yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Jangankan direncanakan, terfikirkan pun tidak!

Paling terasa seperti terdampar itu ketika menjadi jurnalis. Benar- benar dunia yang sama sekali tak terfikirkan apalagi menjadi cita-cita.

Menjadi jurnalis sejak kuliah semester empat. Waktu itu masih magang, setahun kemudian diangkat menjadi karyawan organik dan resmi menjadi jurnalis di Radar Banten, perusahaan media terbesar di Banten waktu itu. 

Di sini banyak hal - hal yang tak terfikirkan tapi terjadi. Mulai dari naik pesawat Garuda Indonesia ke sejumlah daerah secara gratis, nginep di hotel juga gratis, liburan ke Bali gratis, dan terbiasa ngobrol dengan para pejabat.

Dulu tiap hari nongkrong di pendopo Bupati Serang, ketemu bupati juga tiap hari. Terkadang saya ngobrol di ruang kerjanya dan disitu saya tahu kalau ada pintu rahasia Pak Bupati, waktu itu dijabat Taufik Nuriman, purnawirawan Kopassus.

Ke rumah di Ciracas juga sering, ngopi bareng dan terkadang bersama Bu Ratna, istri beliau. Ke dewan juga sudah seperti teman, kita biasa manggil bro, mas, bang.Senyamannya saja.

Itu yang enaknya. Pengalaman pahitnya juga ada, banyak juga. Mulai dari dikejar anggota kopassus karena ada berita saya yang bikin ga nyaman, dikepung pegawai desa karena saya menulis dugaan pungli KTP,, nginep di pos ronda di perbukitan Mancak karena pagi pagi harus dapat momen anak SD yang kalau berangkat jam lima pagi saking jauhnya lokasi rumah ke sekolah.

Ada juga jam satu malam saya harus ke Tirtayasa karena ada isu Tsunami. Jadi orang mah pada lari menjauh saya justru mendekat melihat kebenaran kabar tersebut.

Pernah diajak berantem juga dengan salah seorang anggota dewan yang tidak nyaman dengan tulisan saya. Pokoknya macem -macem dan saya tidak pernah cerita yang pahit itu ke istri. Dia seringnya tahu dari orang lain.

Ada juga cerita mengharukan bikin saya merasa bangga menjadi jurnalis. Pernah suatu ketika saya menulis feature, buat yang belum tahu feature itu berita cuma gaya penulisan sastra.

Saya menulis feature tentang madrasah Diniyah di Kampung Teritih, Desa Sidapurna, Kecamatan Walantaka. Nah, madrasah itu kondisinya memprihatinkan tapi anak anak di kampung semangat belajar agamanya luar biasa.

Terbitlah tulisan saya di halaman utama dan rupanya ada pengusaha panglong tersentuh dan mau bantu meja kursi.

"Mas, ada yang telepon tadi minta alamat madrasah yang Mas Karnoto tulis," kata Mba Merizka, Sekretaris Redaksi. Lalu saya kasih alamatnya ke dia supaya pas orangnya telpon dia bisa kasihkan lengkap dengan pengelolanya.

Singkat cerita, pengusaha ini mengirim dua truk meja kursi ke Pak Somali, pengelola madrasah yang juga saya tulis dalam berita. Setelah diterima, Pak Somali telepon saya agar ke rumah.

Saya mengira ada apa, karena dia tidak memberi tahu kalau ada bantuan. Setelah sampai di madrasah Pak Somali menangis karena merasa berhutang Budi ke saya. 

"Mas, saya makasih ya. Saya ga pernah buat proposal, atau minta bantuan tapi tiba tiba ada orang kirim bantuan katanya setelah baca tulisan Mas Karnoto," kata Pak Somali.

Saya cuma bilang mudah mudahan bermanfaat ya. Dari sini saya baru merasakan kebenaran kata Sayid Qutub, tokoh pergerakan Islam yang mengatakan satu peluru hanya mengena satu orang, tapi satu tulisan bisa mengena ke ribuan bahkan jutaan orang yang membaca tulisan kita.betapa dahsyatnya tulisan itu.

Sesuatu yang biasa bisa jadi luar biasa atau sebaliknya, sesuatu yang luar biasa bisa jadi biasa saja, semua tergantung kita mau menulisnya.

Tentu saja masih banyak peristiwa lain yang nanti akan saya bagikan pada lain kesempatan, seperti bertemu dengan Vice Presiden Golden Missispi, perushaaan yang memproduksi air mineral Aqua, bertemu Rhoma Irama, makan semeja dengan Bu Ratu Tatu Chasanah semasa menjadi Wakil Bupati Serang sebelum akhirnya jadi Bupati Serang sekarang ini.

Kesimpulan dari semua yang saya alami adalah bahwa Allah itu sebaik baiknya perekayasa. Cuma kita  terkadang tumpul fikirannya, ringkih batinnya sehingga tidak bisa memetik serpihan hikmah.

Wallahualam 
Penulis,
Karnoto
Founder ANABerita

Type and hit Enter to search

Close